Madu hutan salah satu potensi hasil hutan yang menjadi sumber perekonomian warga Komunitas Adat Terpencil (KAT) di tiga lokasi, yakni KAT Sambarata, KAT Lati dan KAT Birang.
Melihat potensi itu, PT Berau Coal melalui program pendampingan dan pemberdayaan masyarakat (PPM), mengelola madu yang didapat warga tiga KAT tersebut. Ini dilakukan untuk membantu perekonomian warga yang rata-rata bergantung dari hasil madu.
General Manajer Corporate Social responsibility (CSR) PT Berau Coal, Horas Parsaulian Pardede mengatakan, dalam tiga KAT terdapat 34 kepala keluarga (KK) yang menjadi pemanen madu. Dalam setahun, para petani madu di tiga KAT ini panen 2 sampai 3 kali dengan hasil produksi mencapai 5 ton.
“Madu tersebut dipanen langsung dari pohon Bangeris (Koompasia Excelsa) dengan ketinggian bisa mencapai 100 meter,” kata Horas, Senin (10/2).
Madu yang dihasilkan lanjut Horas, ada tiga jenis. Yakni Madu Suling, Madu Nyamut dan Madu Hitam. “Dinamakan Madu Suling karena lebahnya mengonsumsi bunga akar suling. Madu Nyamut karena lebahnya mengonsumsi bunga akar nyamut, dan madu hitam belum diketahui pasti pakan lebahnya. Tetapi berasal dari tanaman keras seperti mahoni dan ulin,” jelasnya.
“Madu hutan itu dari warga KAT, masyarakat asli Berau (Dayak Punan Basap) dampingan PT Berau Coal,” sambungnya.
Agar lebih mudah memasarkan produk madu asli Berau tersebut, pihaknya telah memiliki izin P-IRT dari Dinas Kesehatan Berau dan hasil uji Laboratorium Sucofindo Cibitung, Laboratorium Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman dan Labotarium Universitas Padjajaran.
“Madu hutan yang dipanen langsung diproses dengan disaring. Kemudian proses dehumidifikasi dan dikemas dalam botol, agar lebih menarik. Madunya bisa dipastikan asli,” jelasnya.
Horas mengatakan, tujuan pembelian madu ini untuk membantu perekonomian masyarakat. Dia berharap agar masyarakat tidak kesulitan mencari pembeli untuk memasarkan hasil produksinya. “Kami sudah menjadi konsumen pasti dari produk tiga KAT tersebut. Harapan kami tentu masyarakat KAT bisa mandiri,” ujarnya.
PT Berau Coal pun mengemas madu tersebut dengan nama Madunta. “Madunta memiliki arti madu kita. Kami menggunakan bahasa Berau,” katanya.
Untuk pemasaran, lanjut Horas, dilakukan di minimarket maupun tempat yang ramai dikunjungi masyarakat. Kini madu asli Berau tersebut telah dicicipi dan dipesan oleh Gubernur Bank Indoneisa, Perry Warjiyo. “Madunta merek lokalnya. Merek premiumnya KALMA, pembedanya itu kemasan dan target marketnya,” pungkasnya.
Bagi warga yang ingin mendapatkan madu tersebut, dapat dibeli di beberapa outlet. Yakni Basinang di Jalan Pulau Sambit, Solo Swalayan di Jalan Jenderal Sudirman, Nano Mart di Jalan Pulau Panjang, Unggul Mart di Jalan Murjani, Unggul Jaya di Jalan Durian 3, Apotek Kairos di Jalan Durian 3, Klinik Nurmala di Jalan Anggur, serta Kedai Bakso Jalan Pemuda. (*/hmd/***/har)
Sumber: Berau Post edisi Selasa, 11 Februari 2020