DUKUNG PENGEMBANGAN PERTANIAN: Perwakilan BUMA menyerahkan bantuan traktor tangan untuk petani cabai di Kampung Sambakungan, Kecamatan Gunung Tabur.
Di tengah kelesuan sektor pertambangan batu bara dan pandemi Covid-19, masyarakat di lingkar tambang memerlukan alternatif yang nyata untuk menopang perekonomian. Pertanian adalah satu di antara sektor yang menjanjikan.
Selama pandemi Covid-19 misalnya, sektor ini tidak terganggu bahkan cenderung meningkat aktivitasnya. Untuk mendorong alternatif tersebut, PT Bukit Makmur Mandiri Utama (BUMA) Site Lati mengupayakan sebuah terobosan bagi masyarakat. Mitra kerja PT Berau Coal tersebut mendorong kemandirian ekonomi kampung sekitar operasi perusahaan melalui dukungan kepada kelompok tani.
Pada Senin (12/10) lalu, BUMA menyerahkan sejumlah dukungan Corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan kepada Kampung Sambakungan, Kecamatan Gunung Tabur. Dukungan untuk memajukan sektor pertanian kampung dari BUMA terdiri dari satu unit traktor tangan (hand tractor), bibit cabai, pelatihan petani, pendampingan, hingga pemberdayaan pertanian. Seluruh bantuan tersebut untuk mendukung program kemandirian ekonomi pascatambang di tengah kelesuan sektor pertambangan dan pandemi Covid-19. Program CSR tersebut sudah disusun sejak lama.
Manager BUMA Site Lati, Bayu Luh Triono, mengatakan bahwa perencanaan program ini dimulai tahun lalu. Tak mudah menyusun perencanaan karena harus melibatkan berbagai pihak.
Bayu mengatakan, batu bara adalah sumber daya alam yang tak dapat diperbaharui. Komoditas ini pasti habis suatu saat nanti. Ditambah lagi, kondisi sekarang begitu sulit karena produksi perusahaan menurun akibat harga batu bara dunia yang kurang baik.
“BUMA berkomitmen mendorong kemandirian ekonomi pascatambang. Perusahaan tidak ingin masyarakat sekitar kehilangan mata pencaharian begitu perusahaan selesai beroperasi maupun pada masa sulit seperti sekarang,” terangnya.
Contoh nyata bagaimana sektor pertanian menjadi alternatif penopang ekonomi pascatambang adalah kelompok tani di Kampung Sambakungan. Sebagian anggota kelompok dampingan perusahaan adalah pekerja BUMA yang terdampak kebijakan pengurangan karyawan.
Menurut Bayu, program CSR bagi kelompok tani ini menyeluruh, dari awal hingga akhir. Mulai tahap menggarap lahan. Traktor tangan diberikan agar petani lebih mudah menggarap tanah. Produktivitas petani pun meningkat. Setelah lahan digarap secara mekanis, petani tinggal menanam. Bibitnya pun disediakan perusahaan yaitu cabai.
Setelah masa penanaman, petani harus merawat tanaman hingga memasuki masa panen. Di sinilah pendampingan dibutuhkan. Lewat program CSR, BUMA juga memberikan pelatihan hingga pemberdayaan pertanian. Perusahaan juga menjadi fasilitator untuk memasarkan hasil panen. “Sebagian petani masih menghadapi permasalahan pemasaran yakni stabilitas harga. Kami membantu mengoordinasikan hal itu dengan baik,” terang Bayu.
Menurutnya, perusahaan membawa konsep bahwa pertanian adalah dari masyarakat untuk masyarakat. Hasil panen dari lahan pertanian masyarakat dibeli oleh masyarakat pula. Melalui program CSR ini, masyarakat dan kampung diharapkan mandiri. Sehingga Kampung Sambakungan pada masa depan bisa lebih maju dari sektor pertanian. “Program CSR ini juga didampingi oleh Dinas Pertanian,” terang Bayu.
Penyerahan alat pendukung pertanian dari BUMA, turut disaksikan pihak Dinas Pertanian Berau, General Manager CSR PT Berau Coal, Pemerintah Kecamatan Gunung Tabur, serta Pemerintah Kampung Sambakungan. Para petani yang tergabung dalam kelompok tani juga hadir.
Menurut Kepala Kampung Sambakungan, Alimuddin, pengawalan atau pendampingan dari BUMA diharapkan tetap berjalan sampai petani berhasil. Alimuddin juga ingin perusahaan yang lain mendukung perkembangan perekonomian masyarakat setempat. “Ini merupakan bentuk perhatian dari BUMA kepada kami. Bahkan di tengah lesunya harga batu bara, mereka masih peduli dengan masyarakat Sambakungan,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) Sambakungan, Sayudi, mengatakan bahwa petani amat terbantu oleh program perusahaan. Selama ini, kata dia, petani yang menggarap satu hektare lahan secara manual bisa memakan waktu tiga bulan. Sementara itu, apabila menggunakan hand tractor, menggarap satu hektare lahan hanya butuh waktu tiga hari. “Petani akhirnya bisa mengejar waktu tanam lebih cepat,” jelasnya
Suyano adalah seorang anggota kelompok tani setempat yang punya cita-cita Sambakungan menjadi kampung cabai di Berau. Menurutnya, tanah di desa tersebut cocok untuk budi daya cabai. Memang benar, petani masih banyak menghadapi masalah. Satu di antaranya adalah belum ada tempat untuk memasarkan hasil panen cabai. Petani juga kesulitan saat menyiram karena sebagian besar tanah di kampung tersebut tidak rata.
“Meskipun sulit dan banyak kendala, insyaAllah kami tetap berjuang agar wilayah ini menjadi kampung cabai,” pungkasnya. (*/IQB)
Sumber: Berau.prokal.co, 13 Oktober 2020