Warga KAT Lati tengah memanjat pohon untuk memanen madu hutan alami
Berau Coal Dorong Pengembangan Ekonomi Madu Warga KAT
Komunitas Adat Terpencil (KAT) merupakan bagian dari sejarah panjang yang erat dengan budaya dan kaya akan kearifan lokal. Beberapa KAT tersebar di wilayah Kabupaten Berau. Salah satunya di Lati, Kampung Sambakungan, yang menjadi dampingan CSR PT Berau Coal.
PENDAMPINGAN oleh PT Berau Coal dilakukan sejak warga KAT masih menggunakan pakaian tradisional, belum memiliki kepercayaan (agama) serta tidak memiliki tempat tinggal.
Salah satu tokoh masyarakat Dayak Punan KAT Lati, Saat, menceritakan awalnya warga Dayak Punan tinggal di hutan. Saat itu masih terdiri dari 8 Kepala Keluarga (KK) dan menggantungkan kebutuhan sehari-hari hanya dari hasil alam.
“Berburu, memancing, cari madu hutan itu sudah menjadi kebiasaan warga KAT sejak dulu,” kata Saat.
Untuk menyediakan tempat tinggal yang layak, PT Berau Coal melakukan program resettlement atau penempatan lokasi baru. Rumah yang layak huni dibangun lengkap dengan sambungan listrik, penyediaan air bersih, serta pemenuhan kebutuhan stok sembako.
“Bantuan fasilitas air bersih dan seluruh dukungan dari Berau Coal sungguh bermanfaat sekali bagi teman-teman di KAT,” ungkap salah satu warga setempat.
Selain itu, warga KAT juga mendapat bantuan pengobatan gratis dari Berau Coal. Bukan hanya itu, dari segi pendidikan juga menjadi perhatian perusahaan, salah satunya dengan penyediaan fasilitas antar jemput anak sekolah.
Di sisi lain, warga KAT sendiri sudah sangat sangat akrab dengan hutan. Maka madu ini pun merupakan salah satu kekayaan alam Berau yang dimanfaatkan oleh warga KAT dalam menyambung hidup. Baik untuk dikonsumsi langsung bersama keluarga, maupun dijadikan sebagai mata pencaharian.
Melihat adanya potensi madu KAT, PT Berau Coal melalui program pendampingan dan pemberdayaan masyarakat, mengelola madu yang didapat warga KAT tersebut untuk membantu perekonomian warga yang rata-rata bergantung dari hasil madu, serta mempersiapkan kemandirian ekonomi pasca tambang.
“Begitu ada Berau Coal jadi lebih memudahkan, khususnya menjamin bagian hilir (pasar) produksi madu. Karena sebelumnya bawa sendiri berkeliling kemana-mana. Yang mau beli, di situlah dijual,” kata Saat.
Untuk mendukung dalam produksi madu KAT, Berau Coal pun membuat rumah kemas (Berau Creative). Termasuk membantu dalam proses brading (kemasan Madunta).
Bahkan saat ini pun sudah mendapat izin Produksi Industri Rumah Tangga (PIRT) dan izin edar Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Selain itu juga sudah ada hasil uji laboratorium produk madu hutan. Sehingga untuk pemasaran dan endorsement juga dibantu oleh PT Berau Coal.
“Karena sekarang ada Berau Coal, ada yayasan, di sana yang menampung. Jadi kita tidak perlu lagi yang namanya mencari kemana kita jual. Jadi kami tidak bingung lagi,” lanjut Saat.
Mewakili masyarakat setempat, Saat pun menyampaikan ucapan terima kasih kepada PT Berau Coal ataupun Yayasan Dharma Bhakti Berau Coal, yang sudah sangat mendukung penuh masyarakat setempat. Dalam kesempatan itu pula, Saat berharap dari semua apa yang telah didukung oleh Berau Coal, bisa turut memajukan dan membuat warga menjadi mandiri.
Testimoni dari sejumlah tokoh publik pun sudah mengakui dan mengenal produk Madunta ini. Seperti yang disampaikan Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi, yang turut mengapresiasi pengembangan madu hutan yang dilakukan oleh PT Berau Coal bersama Komunitas Adat Terpencil (KAT) di Lati.
Sementara, Community Base Development Manager PT Berau Coal, Hikmawaty mengatakan, ada tiga varian madu yang dihasilkan oleh warga KAT yakni Madu Suling, Madu Nyamut, dan Madu Hitam.
“PT Berau Coal melakukan branding untuk madu ini dengan nama “Madunta” yang diambil dari bahasa Banua (suku asli Berau) yang artinya madu kita,” ungkapnya.
PT Berau Coal menjamin pasar untuk madu yang dihasilkan oleh warga KAT dengan melakukan pembelian madu yang dihasilkan.
“Kami sudah menjadi konsumen pasti dari produk tiga KAT tersebut. Harapan kami tentu masyarakat KAT bisa mandiri,” tambahnya.
Pengembangan ekonomi madu terhadap warga KAT telah mencapai hasil yang baik, pekerjaan sebagai pemanen madu telah diminati yang ditunjukkan dari jumlahnya yang meningkat dari 18 orang kini telah menjadi 34 orang pemanen dan berdampak pada 134 anggota keluarga, di mana pendapatan pemanen madu juga meningkat sebesar 121 persen dan volume penjualan madu meningkat sebesar 40 persen per tahun.
“Hasil ini diharapkan terus meningkat untuk mewujudkan cita-cita bersama yaitu kemandirian warga KAT,” tutupnya. (*/IQB)
Sumber: Berau.prokal.co, 23 Desember 2021